Dinsdag 04 Junie 2013

Demografi_Angka Melek Huruf Banjarmasin



BAB I
PENDAHULUAN

1.1              Latar Belakang
AMH  (Angka Melek Huruf) merupakan proporsi penduduk usia 10 tahun ke atas yang mempunyai kemampuan membaca dan menulis huruf latin dan huruf lainnya, tanpa harus mengerti apa yang di baca/ditulisnya terhadap penduduk usia 10 tahun ke atas.

1.2              Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penyusunan makalah ini adalah :
1.      Mengetahui jumlah Angka Melek Huruf di Banjarmasin.
2.      Menganalisis Angka Melek Hidup di Banjarmasin tersebut.
3.      Membuat grafik dari jumlah Angka Melek Huruf di Banjarmasin tersebut.

1.3              Tujuan Penulisan
Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui jumlah angka melek huruf di Kota Banjarmasin berdasarkan tahun-tahun tersentu sesuai dengan sensus penduduk yang sudah ada.

1.4              Manfaat Penulisan
Manfaat dari penulisan makalah ini adalah agar para masyarakat sadar betapa sangat beruntungnya mereka yang bisa mengenal huruf bisa membaca dan bisa berhitung.





BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1       Angka Melek Hidup (AMH)
Angka Melek Huruf (AMH) adalah persentase penduduk yang melek huruf terhadap penduduk seluruhnya di suatu daerah.
Rumus :          
                         
Dimana            :
AMH               =         Angka Melek Huruf
P10+               =         Penduduk usia 10 tahun ke atas yang melek huruf
P10+               =         Penduduk usia 10 tahun ke atas di suatu daerah
K                     =         Konstanta

Kriteriannya adalah makin tinggi nilai melek huruf berarti makin baik mutu penduduk di suatau daerah.
Kegunaan dari Angka Melek Hidup itu sendiri adalah untuk mengetahui banyaknya penduduk yang melek huruf di suatu daerah.
                        Angka Melek Huruf tersebut berguna untuk melihat pencapaian indikator dasar yang telah dicapai oleh suatu daerah, karena membaca merupakan dasar utama dalam memperluas ilmu pengetahuan. AMH merupakan indikator penting untuk melihat sejauh mana penduduk suatu daerah terbuka terhadap pengetahuan.
Tingkat melek huruf yang tinggi (atau tingkat buta huruf rendah) menunjukkan adanya sebuah sistem pendidikan dasar yang efektif dan/atau program keaksaraan yang memungkinkan sebagian besar penduduk untuk memperoleh kemampuan menggunakan kata-kata tertulis dalam kehidupan sehari-hari dan melanjutkan pembelajarannya.
2.2       Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) / Human Development Index (HDI) adalah pengukuran perbandingan dari harapan hidup, melek huruf, pendidikan dan standar hidup untuk semua negara seluruh dunia. IPM digunakan untuk mengklasifikasikan apakah sebuah negara adalah negara maju, negara berkembang atau negara terbelakang dan juga untuk mengukur pengaruh dari kebijaksanaan ekonomi terhadap kualitas hidup.
Pendidikan merupakan sektor utama dalam pembangunan sumber daya manusia, kinerja pendidikan juga merupakan indikator  kemajuan suatu negara. Sehingga urusan pendidikan merupakan urusan wajib di pemerintahan dan mendapatkan alokasi dana cukup besar.
IPM merupakan indeks komposit yang dihitung sebagai rata-rata sederhana dari tiga indeks yang terdiri dari indeks harapan hidup yang diukur dengan harapan hidup pada saat lahir, indeks pendidikan yang diukur dengan kombinasi antara angka melek huruf pada penduduk dewasa dan rata-rata lama sekolah, serta indeks standar hidup layak yang diukur dengan pengeluaran perkapita yang telah disesuaikan atau paritas daya beli.
Berdasarkan kajian aspek status pembangunan manusia, tinggi rendahnya status pembangunan manusia menurut UNDP dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) golongan, yaitu:
1.                  Tingkatan rendah, jika IPM < 50.
2.                  Tingkatan menengah, jika 50 < IPM < 80.
3.                  Tingkatan tinggi, jika IPM > 80.
Namun untuk perbandingan antar daerah di Indonesia, yaitu perbandingan antar kabupaten/kota, maka kriteria kedua, yaitu “Tingkatan menengah”, dipecah menjadi 2 (dua) golongan, sehingga gambaran status akan berubah menjadi sebagai berikut :
1.                  Tingkatan rendah, jika IPM < 50
2.                  Tingkatan menengah-bawah, jika 50 < IPM < 66
3.                  Tingkatan menengah-atas, jika 66 < IPM < 80
4.                  Tingkatan atas, jika IPM > 80
Berdasarkan kajian aspek tingkat pertumbuhannya, IPM dapat digunakan sebagai ukuran kemajuan pembangunan, melalui 2 (dua) cara, yaitu :
1.                  Perbandingan Antar Wilayah. Yaitu suatu posisi relatif dari satu wilayah terhadap wilayah yang lain berdasarkan peringkatnya dalam suatu kawasan tertentu.
2.                  Pengukuran Tingkat Kemajuan. Yaitu untuk mengkaji pencapaian tingkat kemajuan capaian setelah  berbagai program diimplementasikan dalam suatu periode tertentu, yang dinotasikan kedalam rumus reduksi shortfall per tahun (annual reduction shortfall). Semakin besar reduksi shortfall (r) di suatu wilayah menunjukkan semakin besar kemampuan yang dicapai oleh wilayah tersebut dalam periode tertentu. Kecepatan pencapaian dalam hal ini mengukur perbandingan antara capaian yang telah ditempuh dengan capaian yang masih harus (seharusnya) ditempuh untuk mencapai titik ideal IPM, yakni IPM = 100. Kecepatan pencapaian = r, terbagi kedalam 4 (empat) tingkatan :
1.                  Kecepatan Pencapaian “Sangat Lambat”, jika r < 1,30
2.                  Kecepatan Pencapaian “Lambat”, jika 1,30 < r < 1,50
3.                  Kecepatan Pencapaian “Menengah”, jika 1,50 < r < 1,70
4.                  Kecepatan Pencapaian “Cepat”, jika r > 1,70
Beberapa faktor rendahnya capaian kinerja pendidikan disebabkan  oleh :
1.      Tingkat keakuratan dan akumulasi data yang masih belum mantap dibanyak kasus, pendataan merupakaan hal yang sangat berat, sulit dikumpulkan, terlambat dan kurang valid. Sehingga melahirkan data final yang kurang akurat.Manajemen database yang belum baik, terlebih dilini bawah (sekolah), kurang didukung oleh teknolgi dan Sumber Daya yang memadai.
2.      Topografi wilayah Indonesia yang terdiri dari banyak pulau, perbukitan, daerah sulit. Sehingga akses pendidikan masih terlalu rendah, siswa masih harus berjalan kaki sekian kilometer. Walau jarak sekolah dengan pemukiman siswa terjauh misalnya 3 Km, tetapi kita perlu sadarai 3 Km tersebut  mungkin saja  harus melalui sungai, bukit, tanpa alat transportasi.
3.      Penyebaran guru yang belum merata sesuai dengan analisis kebutuhan. Guru masih menumpuk di daerah perkotaan, sementara guru didaerah pingggiran sangat minim.
4.      Sarana dan Prasarana  penddikan yang belum memadai, alat praktik, perpustakaan terutama di jenjang pendidikan dasar. Keterbatasan akan akses informasi dan komunikasi dan bahkan ketersediaan jaringan listrik yang belum ada.
5.      Pada sekolah menengah, didaerah angka putus sekolah masih cukup tinggi. Hal ini lebih dominan dipengaruhi oleh faktor ekonomi, sosial, dan budaya suatu daerah (pernikahan dini ). Di Sekolah Menengah Kejuruan memerlukan biaya operasional maupun biaya personal yang cukup tinggi, sementara siswa yang di SMK menurut pengamatan penulis banyak pula mayarakat yang berpenghasilan rendah.
6.      Angka melek huruf atau tuna keaksaraan merupakan faktor sangat penting. Angka ini merupakan indikator kinerja kunci dibidang pendidikan. Untuk itu perlu fokus pada pendidikan non formal ini. Pendidikan non formal perlu kerja keras, diperlukan pendataan yang maksimal karena siswanya tidak samaa dengan sekolah formal yaang datang dan mendaftar disekolah. Mereka harus kita cari dan kumpulkan dalam bentuk – kelompok belajar. Diperlukan sosialisasi dan pendekatan, karena sebagian mereka adalah orang tua yang merasa malu dan tidak memerlukan lagi pandai tulis baca.







BAB III
DESKRIPSI WILAYAH

3.1       Deskripsi Kota Banjarmasin
Kota Banjarmasin/ Latin: Bandiermasinensis adalah salah satu kota sekaligus merupakan ibu kota dari provinsi Kalimantan Selatan, Indonesia. Kota Banjarmasin merupakan Pusat Kegiatan Wilayah (PKW), sebagai Kota Pusat Pemerintahan (Ibukota Propinsi Kalimantan Selatan) serta sebagai pintu gerbang nasional dan kota-kota pusat kegiatan ekonomi nasional. Juga merupakan kota penting di wilayah Kalimantan Selatan yang saat ini memiliki posisi yang sangat strategis secara geografis. Sudah selayaknya Kota Banjarmasin ditingkatkan statusnya menjadi Pusat Kegiatan Nasional di masa mendatang.
Kawasan Banjarmasin awalnya sebuah perkampungan bernama "Banjarmasih" (terletak di Bagian utara Banjarmasin). Tahun 1606 pertama kali VOC-Belanda mengunjungi Banjarmasin, saat itu masih terletak di muara sungai Kuin. Kota-kota yang terkenal di pulau Kalimantan pada awal abad ke-18 adalah Borneo (Brunei City), Ноrmata (Karimata), Marudo, Bendamarfin (Banjarmasin), dan Lava (Lawai). Tahun 1747, VOC-Belanda memperoleh Pulau Tatas (Banjarmasin bagian Barat) yang menjadi pusat Banjarmasin semenjak saat itu hingga ditinggalkan Belanda tahun 1809. Tahun 1810 Inggris menduduki Banjarmasin[138] dan menyerahkannya kembali kepada Belanda tahun 1817. Daerah Banjar Lama (Kuin) dan Banjarmasin bagian Timur masih tetap menjadi daerah pemerintahan pribumi di bawah Sultan Banjar dengan pusat pemerintahan di keraton Martapura (istana kenegaraan) hingga diserahkan pada tanggal 14 Mei 1826. Tahun 1835, misionaris mulai beroperasi di Banjarmasin. Tahun 1849, Banjarmasin (Pulau Tatas) menjadi ibukota Divisi Selatan dan Timur Borneo. Saat itu rumah Residen terletak di Kampung Amerong berhadap-hadapan dengan Istana pribadi Sultan di Kampung Sungai Mesa yang dipisahkan oleh sungai Martapura. Pulau Tatas yang menjadi daerah hunian orang Belanda dinamakan kotta-blanda. Ditetapkan dalam Staatblaad tahun 1898 no. 178, kota ini merupakan Onderafdeeling Banjarmasin en Ommelanden (1898-1902), yang merupakan bagian dari Afdeeling Bandjermasin en Ommelanden (Banjarmasin dan daerah sekitarnya). Tahun 1918, Banjarmasin, ibukota Residentie Zuider en Ooster Afdeeling van Borneo mendapat Gemeente-Raad. Pada 1 Juli 1919, Deean gemeente mulai berlaku beranggotakan 7 orang Eropa, 4 Bumiputra dan 2 Timur Asing. Pada tahun 1936 ditetapkan Ordonantie pembentukan Gouvernementen Sumatra, Borneo en de Groote-Oost (Stbld. 1936/68). Borneo Barat dan Borneo Selatan-Timur menjadi daerah Karesidenan dan sebagai Gouvernementen Sumatra, Borneo en de Groote-Oost yang pusat pemerintahannya adalah Banjarmasin. Tahun 1937, otonomi kota Banjarmasin ditingkatkan dengan Stads Gemeente Banjarmasin karena Banjarmasin sebagai ibukota Gouvernement Borneo. Tanggal 16 Februari 1942, Jepang menduduki Banjarmasin., kemudian dibentuk pemerintahan pendudukan bagi Borneo & kawasan Timur di bawah Angkatan Laut Jepang. Tanggal 17 September 1945, Jepang menyerah kepada Sekutu (tentara Australia) yang memasuki Banjarmasin. Tanggal 1 Juli 1946 H. J. van Mook menerima daerah Borneo en de Groote-Oost dari tentara pendudukan Sekutu dan menyusun rencana pemerintahan federal melalui Konferensi Malino (16-22 Juli 1966) dan Konferensi Denpasar (7-24 Desember 1946) yang memutuskan pembentukan 4 negara bagian yaitu Jawa, Sumatera, Borneo (Netherlands Borneo) dan Timur Besar (Negara Indonesia Timur), namun pembentukan negara Borneo terhalang karena ditentang rakyat Banjarmasin Tahun 1946 Banjarmasin sebagai ibukota Daerah Banjar satuan kenegaraan sebagai daerah bagian dari Republik Indonesia Serikat. Kotapradja Banjarmasin termasuk ke dalam Daerah Banjar, meskipun demikian Daerah Banjar tidak boleh mencampuri hak-hak dan kewajiban rumah-tangga Kotapradja Banjarmasin dalam daerahnya sendiri.
Secara de jure Banjarmasin masih sebagai ibukota Kalsel, namun kantor Sekretariat Daerah Provinsi Kalimantan Selatan terhitung sejak tanggal 14 Agustus 2011 yang bertepatan dengan Harijadi Kalsel ke 61, telah dipindahkan kawasan Gunung Upih di kecamatan Cempaka (Banjarbaru) yang berdiri pada lokasi dengan ketinggian elevasi 44 meter di atas permukaan laut serta berjarak sekitar 60 km dari kantor lama (pada titik 0 km Banjarmasin di tepi sungai Martapura).
Kota Banjarmasin terletak pada 3°15' sampai 3°22' Lintang Selatan dan 114°32' Bujur Timur, ketinggian tanah asli berada pada 0,16 m di bawah permukaan laut dan hampir seluruh wilayah digenangi air pada saat pasang. Kota Banjarmasin berlokasi daerah kuala sungai Martapura yang bermuara pada sisi timur Sungai Barito. Letak Kota Banjarmasin nyaris di tengah-tengah Indonesia.
Kota Banjarmasin beriklim tropis dimana angin muson barat bertiup dari Benua Asia melewati Samudera Hindia menimbulkan musim hujan, sedangkan angin dari Benua Australia adalah angin kering yang berakibat adanya musim kemarau.
Curah hujan yang turun rata-rata per tahunnya kurang lebih 2.400 mm dengan fluktuasi tahunan berkisar antara 1.600-3.500 mm, jumlah hari hujan dalam setahun kurang lebih 150 hari dengan suhu udara yang sedikit bervariasi, sekitar 26 °C.
Kota Banjarmasin termasuk wilayah yang beriklim tropis. Angin Muson dari arah Barat yang bertiup akibat tekanan tinggi di daratan Benua Asia melewati Samudera Hindia menyebabkan terjadinya musim hujan, sedangkan tekanan tinggi di Benua Australia yang bertiup dari arah Timur adalah angin kering pada musim kemarau. Hujan lokal turun pada musim penghujan, yaitu pada bulan-bulan November–April. Dalam musim kemarau sering terjadi masa kering yang panjang. Curah hujan tahunan rata-rata sampai 2.628 mm dari hujan per tahun 156 hari. Suhu udara rata-rata sekitar 25 °C - 38 °C dengan sedikit variasi musiman. Fluktuasi suhu harian berkisar antara 74-91%, sedangkan pada musim kemarau kelembabannya rendah, yaitu sekitar 52% yang terjadi pada bulan-bulan Agustus, September dan Oktober.
Kota ini terletak di tepian timur sungai Barito dan dibelah oleh Sungai Martapura yang berhulu di Pegunungan Meratus. Kota Banjarmasin dipengaruhi oleh pasang surut air laut Jawa, sehingga berpengaruh kepada drainase kota dan memberikan ciri khas tersendiri terhadap kehidupan masyarakat, terutama pemanfaatan sungai sebagai salah satu prasarana transportasi air, pariwisata, perikanan dan perdagangan.
Menurut data statistik 2001 dari seluruh luas wilayah Kota Banjarmasin yang kurang lebih 98,46 km² ini dapat dipersentasikan bahwa peruntukan tanah saat sekarang adalah lahan tanah pertanian 3.111,9 ha, perindustrian 278,6 ha, jasa 443,4 ha, pemukiman adalah 3.029,3 ha dan lahan perusahaan seluas 336,8 ha. Perubahan dan perkembangan wilayah terus terjadi seiring dengan pertambahan kepadatan penduduk dan kemajuan tingkat pendidikan serta penguasaan ilmu pengetahuan teknologi.

Kota Banjarmasin terdiri atas 5 kecamatan, yaitu:
1.      Banjarmasin Barat: 13,37km²
2.      Banjarmasin Selatan: 20,18 km²
3.      Banjarmasin Tengah: 11,66 km²
4.      Banjarmasin Timur: 11,54 km²
5.      Banjarmasin Utara: 15,25 km²
Jumlah penduduk di wilayah ini dapat diperincikan sebagai berikut:
Tabel Jumlah Penduduk Banjarmasin tahun 2008
Nomor
Kecamatan
Luas (km²)
Jumlah Penduduk (jiwa)
Kepadatan (jiwa/km²)
1
20,18
150.221
7.444
2
11,54
118.278
10.249
3
13,37
149.753
11.201
4
11,66
114.584
9.827
5
15,25
94.409
6.209




Perkembangan populasi penduduk Banjarmasin.
No.
Tahun
Populasi
1
1780
2.300 jiwa
2
1920
41.661 jiwa
3
1930
57.822 jiwa
4
1990
481.371 jiwa
5
2000
527.724 jiwa
6
2005
589.115 jiwa
7
2010
625.395 jiwa














BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1       Perhitungan Angka Melek Huruf di Banjarmasin
1.      Angka Melek Huruf Tahun 1990
Diketahui    :         Jumlah Penduduk 10+ Melek Huruf  = 353.208 jiwa
                              Jumlah Penduduk 10+                                    = 372.259 jiwa
                              Konstanta                                            = 100

Ditanyakan :          ?
Jawab          :         AMH =
                :      
                :       AMH = 94,88

2.      Angka Melek Huruf Tahun 2005
Diketahui   :         Jumlah Penduduk 10+ Melek Huruf = 466.761 jiwa
                              Jumlah Penduduk 10+                                    = 474.938 jiwa
                              Konstanta                                            = 100

Ditanyakan  :          ?
Jawab           :       AMH =
                :      
                :       AMH = 98,27



3.      Angka Melek Huruf Tahun 2010
Diketahui    :         Jumlah Penduduk 10+ Melek Huruf = 543.684 jiwa
                              Jumlah Penduduk 10+                                   = 565.852 jiwa
                              Konstanta                                            = 100
Ditanyakan     :      ?
Jawab              :     AMH =
                       
AMH = 96,08
4.2       Analisis Data Angka Melek Huruf Kota Banjarmasin
            1.         Angka Melek Huruf Tahun 1990
Proporsi penduduk usia 10 tahun ke atas yang mempunyai kemampuan membaca dan menulis huruf latin dan huruf lainnya, tanpa harus mengerti apa yang di baca/ditulisnya terhadap penduduk usia 10 tahun ke atas. ABH : Proporsi penduduk usia 15 tahun ke atas yang tidak mempunyai kemampuan membaca dan menulis huruf latin dan huruf lainnya terhadap penduduk usia 10 tahun ke atas.
Dari data yang telah di dapat, dapat disimpulkan bahwa di Banjarmasin, pada tahun 1990 dengan jumlah penduduk berusia 10 tahun  keatas yang Melek Huruf sebanyak 353.208 jiwa dan jumlah penduduk usia 10 tahun keatas di Banjarmasin pada tahun 1990 tersebut sebanyak 372.259 jiwa dapat diketahui jumlah Angka Melek Huruf (AMH) pada tahun tersebut di kota Banjarmasin sebanyak 94,88 %.
94,88 % dari 100 % penduduk di kota Banjarmasin dapat dibuktikan dapat membaca, menulis dan berhitung. Dari jumlah tersebut dapat dikatakan peran pemerintah sangat berhasil dalam memberantas buta huruf yang ada di Indonesia khususnya di Banjarmasin.

2.                  Angka Melek Huruf Tahun 2005
Angka Melek Huruf (AMH) merupakan persentase penduduk usia 10 tahun ke atas yang bisa membaca dan menulis terhadap seluruh penduduk berumur 10 tahun ke atas di suatu daerah. AMH ini digunakan sebagai indikator pendidikan yang digunakan untuk mengetahui banyaknya penduduk yang melek huruf  di suatu daerah. Semakin tinggi nilai melek huruf berarti makin baik mutu penduduk di wilayah tersebut.
Dari data yang telah di dapatkan dapat diketahui bahwa jumlah penduduk usia 10 tahun keatas di Banjarmasin yang melek huruf pada tahun 2005 sebanyak 466.761 jiwa sedangkan jumlah penduduk usia 10 tahun keatas sebanyak 474.938 jiwa. Dan dapat disimpulkan total AMH dari data tersebut sebanyak 98,27 %.
Dari tahun ke tahun, kemajuan di kota Banjarmasin dalam hal membaca, menulis dan berhitung semakin pesat. Hal tersebut tidak jauh juga dari peran pemerintah yang sangat mendukung hal tersebut. Dapat diketahui sebanyak 98,27 % penduduk di kota Banjarmasin yang berusia 10 tahun keatas telah lancer membaca menulis berhitung. Walaupun tidak seluruhnya berhasil tetapi bisa dikatakan bisa melakukan hal tersebut. Peran media juga sangat berpengaruh dalam menjalankan pemberantasan buta huruf ini.
3.                  Angka Melek Huruf Tahun 2010
Angka Melek Huruf (AMH) adalah proporsi seluruh penduduk berusia 10 tahun ke atas yang dapat membaca dan menulis huruf latin atau huruf lainnya.
Dari data tersebut diatas telah didapatkan jumlah Angka Melek Huruf (AMH) di kota Banjarmasin sebanyak 96,06 % penduduk mampu membaca dan menulis serta berhitung.
Pada tahun 2010 penurunan terjadi. Karena dari sensus penduduk tahun 2005 jumlah AMH di kota Banjarmasin sebanyak 98,27 %. Hal tersebut membuktikan kinerja pemerintah menurun dalam hal yang menyangkut pendidikan seperti ini.


4.3       Grafik Angka Melek Huruf Kota Banjarmasin








Dari grafik tersebut kita dapat mengetahui laju pertumbuhan Angka Melek Huruf (AMH) di kota Banjarmasin pada beberapa tahun dimulai dari tahun 1990, 2005, dan 2010. Dari grafik tersebut dapat diketahui bahwa AMH yang terjadi di masyarakat mengalami kenaikan yang cukup besar yaitu dari tahun 1990 hingga ke tahun 2005. Dimana pada tahun 1990, AMH di kota Banjarmasin sebanyak 94,88 %, sedangkan pada tahun 2005 AMH sebanyak 98,27 %. Kenaikan tersebut mencapai sekitar 3,39 %.
Dari tahun 2005 menuju tahun 2010 mengalami sedikit penurunan dari yang awalnya sebanyak 98,27 % turun menjadi 96,08 %. Hal tersebut kemungkinan terjadi karena peran pemerintah yang semakin kedepannya kurang memperhatikan nasib dari kebisaan masyarakatnya dalam membaca, menulis dan berhitung.



BAB V
KESIMPULAN
Angka Melek Huruf (AMH) adalah persentase penduduk usia 10 tahun keatas yang bisa membaca dan menulis serta mengerti sebuah kalimat sederhana dalam hidupnya sehari-hari.
AMH dapat digunakan untuk
  • Mengukur keberhasilan program-program pemberantasan buta huruf, terutama di daerah pedesaan di Indonesia dimana masih tinggi jumlah penduduk yang tidak pernah bersekolah atau tidak tamat SD.
  • Menunjukkan kemampuan penduduk di suatu wilayah dalam menyerap informasi dari berbagai media.
  • Menunjukkan kemampuan untuk berkomunikasi secara lisan dan tertulis. Sehingga angka melek huruf dapat berdasarkan kabupaten mencerminkan potensi perkembangan intelektual sekaligus kontribusi terhadap pembangunan daerah.
Tingkat melek huruf yang tinggi (atau tingkat buta huruf rendah) menunjukkan adanya sebuah sistem pendidikan dasar yang efektif dan/atau program keaksaraan yang memungkinkan sebagian besar penduduk untuk memperoleh kemampuan menggunakan kata-kata tertulis dalam kehidupan sehari-hari dan melanjutkan pembelajarannya.
Dari sejumlah data yang didapatkan dapat diketahui bahwa Angka Melek Huruf di kota Banjarmasin mengalami beraneka ragam jumlah. Mulai dari mengalami penurunan hingga kenaikan.